Puisi Masygul

puisi MASYGUL

DÉJÀ VU

Pada siang di bibir senja, ksatria berkata:
“Diksi yang kau ramu
Tak pantas disajikan di ruang tamu.”

Benderang mendadak menjadi hitam
Mendung berkumpul berkonspirasi hujan
Tubuhku melengkung tercambuk makna
Meringkuk dalam cemas yang akut
Gemetar, memungut kata yang tumpah

Di pengasingan, bersembunyi dari nista
Angin utara menatih langkah lumpuh
Aster putih membagi aroma dan genit
Senyum ramah ratusan wajah, mengembang kehangatan
Hari baru, hati baru
Mengabai hina masa lalu

Lalu bulan menabur ribuan kilau
Bintang bintang melingkar cemerlang diatas kepala
Saturnus menanggal cincin, untukku.
Ksatria yang sama, merayu!

Diksi ku ramu, kusaji di ruang tamu
Saat kunjungannya, meminangku
Ksatria, tersentak
Meletak cinta terbalas hempas

Segera, ksatria berkata:
“Diksi yang kau ramu
Tak pantas disajikan di ruang tamu.”

Brussel, 3.12.18

 

PARADOKS RINDU DENDAM

Orang sepertimu selalu mengumpat
yang tak mampu kau dapat
Orang sepertiku tak beranjak
saat kau berteriak memaki dalam sajak

Sudah kukatakan…
Sia-sia menabur benih di tanah gersang
Kemarau retak tanpa tetes hujan
Air mata puisimu tak kan cukup menghidupi janin kosong

Pulanglah, hadapi dengan ksatria
Suatu hari pasti ada kejora
Menguncup khayal membunga realita
Tunggu saja

Brussel, 2019

Puisi ini terbit di Pos Bali 14 Desember 2019 halaman 10.

SANDIWARA

Sudahlah
Jangan beradu akting denganku
Aku tahu mana yang palsu

Sudahlah
Simpan muka sedihmu di depanku
Kau tampak lucu dengan peran itu

Sudahlah
Sudahi sandiwaramu
Fokus sajalah pada incaran baru

Sudahlah
Kau akan baik-baik saja
Bukankah kau sudah terbiasa?

Brussel, 28.11.18

PATHÉTIQUES

Seperempat hatimu yang kau titipkan kepadaku tempo hari, sudah kukembalikan.
Kuletakkan di samping segelas anggur Bordeaux yang tak pernah kau teguk.

Jangan bertanya di mana hatiku; kau tahu ia telah merekat erat di seperempat hatimu – yang tak pernah kau temukan.

Lihat, matahari mulai menipis
Kita terus sibuk merajuk dalam gerimis, mengira kesunyian adalah jawaban, mengabadikan ego kemenangan dalam narasi fiktif.

Ah, pathétiques!
Terbahak dalam airmata,
berdua sepakat lupa tentang bagaimana cara menyapa.

Brussel, 10.03.19

TENTANG KAUM HAWA

Perempuan, kembang aroma kehidupan

Dipuja saat bermekaran, dibuang saat berguguran

Perempuan, moleknya di bingkai pajangan, lekuknya diperbincangkan, gagasannya tak disuarakan

Wanita-wanita, penopang tanggung jawab akhlak dunia, setengah hidupnya tunduk pada orang tua, setengahnya pada suami dan keluarganya

Wanita-wanita, rumit, sama tapi berbeda. Cintanya bak madu syurga, pedihnya janjikan racun neraka

Pelakor, WIL, atau orang ketiga. Sebutan dari wanita untuk wanita. Mengagungkan sucinya pria – mencaci sesamanya.

 

Brussels, 8 Maret 2018 – Refleksi di Hari Perempuan International

Koleksi Puisi Naning Scheid lainnya:
Puisi Gokil Puisi Satire Puisi Obscure Puisi Galau Puisi Lebay Puisi Sedih Puisi Semarangan Puisi Romantis Puisi Dedikasi

11 Comments