MY NAME IS EVI(L) – Part 2 – Kematian Edith, Si Ratu Bully

“The best revenge is enjoying life without them.”

Edith, Si Ratu Bully Sudah Mati

The best revenge is enjoying life without them.”

Kematian Bruno [Miss Evi(l) Part 1] mengundang tanya penduduk Karangroto. Kasak kusuk mengatakan Bruno diracuni Ridwan — preman tua dari Kudu – karena balas dendam. Sebelum kematiannya, Bruno sempat mengigit Yanti, istri Ridwan. Tak seorangpun mencurigai Evi Setyawulandari, gadis 13 tahun berwajah monster.

BRUNO, ANJING RAS JERMAN DIDUGA MATI DIRACUN, tulisan di detik.com. Liputan6.com menulis SIAPA TEGA MERACUNI BRUNO, SI ANJING MALANG?

“Anjing malang? Hah malang, pale lu peang! Ha ha ha…,” Evi terbahak. Sudah lama dia tidak tertawa seperti ini. Rona merah terbersit di kedua pipinya yang timpang bekas jahitan.

“Irwan, Saridewi, Santosa, Endang, Wakijan, Edith,” desisnya berulang-ulang. Merapalkan nama satu persatu calon korbannya. “Oh Edith, sebentar lagi giliranmu.”

*

Evi tiduran di lantai rumah sewa tempat dia tinggal dengan ibunya. Tangan kanannya menjadi bantal kepala, tangan kirinya berselancar di Instagram mengamati foto-foto keren Edith, Sang Primadona SMP 80 Semarang.

You can’t photoshop your ugly personality, Edith.” Mata Evi bergolak. Kegetiran menyelimuti retina yang nanar. ABG dengan wajah menakutkan itu ingat betul kelakuan Edith terhadapnya. Selokan di Terminal Terboyo menjadi saksi bisu kekejaman kakak kelasnya.

Saat Masa Orientasi Siswa (MOS), awalnya Evi disuruh push-up. Lalu lari keliling lapangan oleh kakak kelas yang lain.

“Gila! Masak seh ada orang sejelek ini!” kalimat Sang Primadona yang tak akan dilupakan Evi. “Ini peranakan apa seh? Hasil kawin silang anjing dan babi? Atau cebong dan kampret, ha ha ha…”

Menyakitkan. Tapi tak berhenti di situ. Setelah sekolah usai. Edith dan dua orang temannya menghadang Evi. Ketiga kakak kelas itu mencemooh keburukan rupa Evi. Mengambil foto-foto dengan captionBeauties and The Beast” lalu memposting di akun sosmed masing-masing. Bella dan Mariana sudah puas dan pergi, tapi Edith tidak. Dia melucuti baju Evi di sudut warung terminal.

Si Buruk Rupa – Evi — hanya memakai BH dan CD, saat Edith mendorongnya masuk ke dalam selokan selebar satu meter, hitam menjijikkan. Lumpur pekat penuh limbah, sampah dan tinja beraneka warna serta bentuknya membalur tubuh hitam pendek dan gembul.

“Sekarang aku yakin, kamu keturunan kecebong! Mirip banget ma katak muka lu!” ejeknya. Menyiapkan video yang merekam adegan Evi saat panik, “Yang sedang anda saksikan adalah cebong gembrot belajar berenang,” reportase Edith di Instagram Live Video. “Jangan lupa follow yaa…,” mata lentiknya dikedip-kedipkan diakhiri dengan senyum sensual gadis ingusan.

“Lho apa-apaan ini?” tanya Bapak PNS berbatik biru. Si Ratu Bully lari sambil tertawa. Sebuah tawa yang tidak mampu dilupakan Evi seumur hidupnya.Video “Cebong Gembrot Belajar Berenang” menjadi viral. Tak ada satu orangpun di sekolah yang mau menjadi teman Evi. Seakan takut ketularan penyakit mematikan. Padahal, bukanlah kejelekan rupa yang menular, melainkan kelakuan yang jelek!

*

Sudah satu tahun Evi mengamati Sang Primadona sekolah itu. Mencatat setiap detail kehidupan Edith: jam kedatangan dan kepulangan, tempat nongkrong, makanan favorit, hobby, kebiasaan-kebiasaan, dan tentu, rahasia-rahasianya.

“Besok, tepat di hari ulang tahunnya, Si Ratu Bully itu akan mati,” gumam Monster Belia dengan bibir miring, sinis.

Maka sesuai rencana, tepat di ulang tahun Edith, semuanya tidak beres sejak pagi. Diawali dengan muka sedih Edith sebelum bel sekolah berbunyi. Saling bentak dan histeris antara Edith, Bella, dan Mariana pada jam istirahat. Bayang-bayang hitam melingkar di mata Edith. Kegusaran melapisi pori-pori wajah Sang Primadona. Dia takut video asusila serta foto-foto panasnya dengan Hendra — mantan pacarnya – menyebar luas.

Usapan tangan Bella dan Mariana di punggung Edith bersambut makian, tuduhan dan tampikan tangan. Edith berlari ke kamar mandi sekolah, membubuhi bedak dan make-up untuk kamuflase matanya yang bengkak. Di saat itulah, Evi menunggu di depan pintu WC siswa.

“Selamat ulang tahun, Kak Edith,” ucap Evi.

“Cuhh!” Edith meludahi muka adik kelasnya itu. Tak sudi menerima ucapan dari Si Buruk Rupa.

Dengan tenang Evi menghapus ludah di wajahnya. Sebelum Si Ratu Bully berjalan lebih jauh, Evi berkata, “Aku tahu siapa yang menyebar foto dan video di WAG sekolah.”

Edith menghentikan langkahnya. Menoleh, dan berlari menghambur menuju Evi. PLAKK, satu tamparan mengenai wajah jelek Evi.

“Siapa, heh?” tanyanya sadis. Menjambak kerah baju seragam adik kelasnya.

“Kak Hendra.”

“Apa?”

“Dia hanya ingin Kak Edith menulis surat selamat tinggal dan permintaan maaf. Lalu Kak Hendra berjanji akan menghapus semuanya.”

“Oh jadi Hendra masih belum terima aku jalan ama Marcel?”

“Cuma itu pesannya, Kakak,” kata Evi pura-pura takut.

Edith mengambil satu lembar kertas dari buku tulisnya, menuliskan sesuatu di atasnya, lalu merobeknya.

“Ni, kasih ke Hendra. Bilang cepetan hapus sebelum ketangkep guru atau polisi.”

Evi mengangguk. Segera setelah Edith menghilang dari pandangannya, dia menyelinap ke ruang kelas Mariana sebelum jam istirahat usai.

TETTTT. Bunyi bel mengakhiri jam terakhir di sekolah.

Happy birthday to you…,” dendang Bella dan Mariana membawakan kue black forest cantik di hadapan Edith.

“Ooh… my best friends forever!” kata Edith sok imut. Lupa akan tuduhannya yang semena-mena terhadap kedua sahabatnya.

Edith meniup 15 lilin di atas kue. Menjilat frosting putih dengan telunjuknya yang lentik. “Ehhmmm… yummy!” Tangannya mengambil buah ceri merah yang bertengger di atas frosting. Mengunyahnya dengan lamban dan sexy.

Bella mengabadikan momen itu. Lalu tersentak saat melihat Edith bertingkah aneh. Tangan Edith memegang lehernya. “Arrk…rkk…,” suara Edith terbata-bata seperti orang tercekik dan sulit bernafas. Dalam beberapa menit tubuh Edith kejang-kejang lalu kaku. Mulutnya mengeluarkan busa dengan mata separoh tertutup.

“Edith, Edith…!” Bella dan Mariana menggoyang-goyangkan tubuhnya. Selanjutnya yang terjadi adalah suara-suara teriakan beberapa siswa.

Siang itu udara panas. Keringat dari siswa dan guru saling silang dalam kerumunan. Kengerian menyelimuti seluruh SMP 80 Semarang. Termasuk Wakijan — Pak Bon sekolah – yang terbelalak di tengah kerumunan.

Evi mengipas kipas bagian lehernya dengan secarik surat dari Edith. Menyeringai dari balik pohon randu di sudut lapangan sekolah.

“Hmm… ternyata takaranku tepat. 157,5 miligram sianida cukup untuk 45 kilo berat badan Si Ratu Bully.”

Evi berjalan santai menyelinap di ruang kelas Edith. Meletakkan kertas di kolong meja. “Dunia akan lebih indah tanpa orang sepertimu, Edith,” katanya sambil terkikik. Kemudian dia berpura-pura tergopoh ikut dalam kerumunan dan kepanikan. Mata hitam Evi berkilat penuh kebencian tertuju pada Wakijan, Si Tukang Kebun Cabul.

“Wakijan, sabar yaa… kematianmu akan lama dan menyakitkan seperti Bruno,” Evi meringis. Memamerkan gigi-gigi kuning berkarang tak terawat.

***

Selanjutnya:

I WILL SURVIVE

3 Comments