#MISSEVIL Part 4
“Some people do bad things for good reasons.”
Wakijan adalah tukang kebun sekolah. Sejak ditinggal Sang Istri ke Abu Dhabi, dia mengabdikan diri di SMP 80 Semarang. Usianya setengah abad, dan berkumis lebat. Gemar meletakkan kamera tersembunyi di WC putri. Pecandu bokep dan doyan grepe-grepe anak di bawah umur. An absolute pervert. Seleranya tidak sulit. Korbannya tidak serta merta siswi yang cantik. Evi Setyawulandari, gadis berwajah monster, juga korban pencabulan Wakijan.
Setelah di-bully Edith, Evi tak punya teman. Tiap jam istirahat selalu duduk sendiri di sudut sekolah. Tak jauh dengan rumah “dinas” Wakijan. Siapa menyangka lelaki tua yang tampak religius itu penuh dengan otak kotor. Wakijan sering membelikan makanan kantin sebagai umpan, lalu mengajak Evi makan dan bermain bersama di dalam rumahnya. Berulang kali.
Permainan apa yang cocok untuk lelaki tua dan anak bau kencur? Tidak ada. Evi hanya berusia 13 tahun saat pertama dia disuguhi film pornografi. Hal ini terjadi di sekolah, pada jam-jam istirahat. Ada reaksi aneh yang terjadi pada tubuh Evi; yang dia sendiri tidak tahu. Tapi Wakijan tahu, dan dia suka.
Evi meronta tiap kali Wakijan meremas buah dadanya. Evi menangis tiap kali pria tua itu memasukkan jarinya ke tempat paling rahasianya. Tapi mulutnya selalu terbekap. Bahu dan pahanya memar, akibat cambukan ikat pinggang Wakijan, saat Evi melakukan perlawanan.
Apa yang bisa dilakukan oleh gadis malang ini? Evi, hanya anak ingusan, sebatang kara, dan miskin. Siapa akan percaya bila Evi melaporkan? Semua orang pasti berada di pihak Wakijan, Pak Bon ramah dan sholeh di masyarakat. Laporan Evi hanya akan dijadikan bahan cemoohan dan bahan bully lanjutan:
“Harusnya kamu bersyukur ada yang mau grepe kamu.” Atau, “Kamu menikmati juga bukan?”
Darah Evi mendidih saat memikirkan komentar seperti itu. Dia hanya bisa bersabar. Membungkus segala amarah untuk dijadikan senjata pembunuhan terhadap Wakijan. Racun adalah senjata andalan Evi. Segala informasi tentang racun telah Evi pelajari dari banyak buku dan internet. Thallium, Aconitum, Strychnine, Hemlock, dsb.
Evi ingin kematian Wakijan lama dan menyakitkan seperti kematian Bruno dengan arsenik. Tapi mendapatkan atau memproduksi racun bukan hal mudah. Ditambah kemunculan Ipda Dika S Nugroho yang memburunya. Evi harus cermat dalam memodifikasi rencananya.
Empat bulan berlalu sejak kematian Edith. Beberapa stasiun televisi menyiarkan secara live persidangan kasus Edith – black forest bersianida.
Evi tidak terlalu tertarik. “Déja vu!” katanya.
Seperti mengulang persidangan kasus Mirna – kopi vietnam. Dimana Jessica menjadi terdakwa sama seperti Mariana di kasus Edith. Dan Hani menjadi saksi seperti juga Bella. Sedangkan Hendra, kasusnya serupa dengan Ariel Noah. Bedanya mantan pacar Edith ini hanya direhabilitasi. Setelah sempat akan dijerat Pasal 29 Undang-undang Anti Pornografi dan Pasal 27 Undang-undang ITE.
Evi lebih memanfaatkan waktunya untuk mengatur siasat menghindari Pak Dika – Polisi Kriminal Polsek Genuk – dan pada saat yang sama merencanakan pembunuhan kepada Wakijan.
Evi ingin mencuri telefon gengam Wakijan. Semalam saja. Dia ingin meng-hack telefon hingga mendapatkan semua rekaman video siswi-siswi maupun guru-guru perempuan yang sedang pipis.
Tidak perlu menjadi hacker level dewa. Cukup mengotak-atik setting dan menambahkan alamat email buatannya dalam share album lalu menentukan periodik format sync. Maka tiap kali Wakijan menambahkan foto atau video dalam galeri, pada saat yang sama Evi akan mendapatkan notifikasi. Easy peasy. Sudah terbukti ampuh. Evi menggunakan taktik yang sama sebelum mengedarkan foto-foto panas dan video asusila Edith dan Hendra.
Sayangnya Pak Bon itu jarang tidur. Maka, ilmu sirep sangat diperlukan dalam situasi ini. Dari Mbah Djarmi, Evi belajar sirep . Mbah Djarmi hanya menggunakan sirep – yang digunakan maling untuk menidurkan korbannya sebelum beraksi – demi menghentikan tangisan bayi dan balita di kampungnya.
Sudah 91 hari Evi tekun puasa ngrowot (tidak makan nasi), dilanjutkan dengan puasa mutih (hanya makan nasi putih) selama tujuh hari berturut-turut, dan tiga hari patigeni (tidak melihat cahaya). Malam ini, Kamis malam menuju Jumat Kliwon. Evi membeli kembang setaman untuk mandi malamnya dan menghafalkan japa mantra sirep:
.
“Hong ingsun amatak ajiku sirep begananda kang ana indrajit.
Ajo pati-pati tangi yen ora ono lintang rino metu saka wetan, kakang buto kawah adi ari-ari siro ingsun kongkon melebuo ono ing guwo garbane Si Wakijan.
Kumelun nglimuti ing mega malang, bul peteng dhedet alimengan upas racun daribesi, pet pepet kemput bawur wora wari aliweran tekane wimasara, kang katempuh jim setan peri prayangan, gandarwa, jalma manungsa tan wurung ambruk lemes wuta tan bisa krekat, blek sek turu kepati saking kersane Allah.”
.
Jam 01.00 Evi berada di sekitar sekolahnya, siap menyirep Wakijan. Tidak ada setan dan manusia yang Evi takutkan kecuali Pak Dika. Sialnya polisi itu terlihat nongkrong di angkringan nasi kucing Pak No, di dekat sekolah. Melakukan penyamaran secara clandestin.
Suasana jalanan lengang. Evi merangkak menuju salah satu gang perkampungan. Dia mengambil satu batu besar. Dengan sekuat tenaga dia lemparkan ke arah tempat parkir. PRAKK. Salah satu spion motor pecah dan salah satu mobil membunyikan alarm. Semua orang di angkringan berhamburan keluar menuju area parkir. Pak Dika berbegas menuju ke arah sebaliknya saat dia menemukan batu besar penyebab kekacauan malam ini.
“Hmm… diversi,” gumamnya.
Sorot matanya menajam. Ujung-ujung matanya menyempit. Mencari-cari pelaku vandalisme. Dia berjalan mengitari perkampungan hingga terdengar adzan subuh.
Jam 06.00 Evi selesai dengan rencananya. Dia tidak pulang melainkan tidur di dalam kelasnya.
“Heh, bangun!” kata Pak Dika. “Ngapain tidur di sini?”
“Saya datang kepagian, Pak,” jawab Evi.
“Omong kosong. Mau bunuh siapa lagi kamu?”
“Menuduh tanpa alat bukti adalah fitnah,” jawab Evi kalem. “Pak Dika tahu Pasal 311 KUHP?”
Pak Dika menampakkan wajah geram. Mulutnya terkatup sebelum akhirnya keluar kata umpatan.
“Dasar ular!”
Evi mengumpulkan semua keberaniannya untuk menatap polisi bermata tajam itu.
“Pak Dika, jangan terlalu membenci saya. Kita berdua ini sama. Sama-sama ingin menghukum orang yang bersalah. Hanya cara kita berbeda.”
Ucapan anak SMP itu membuat kening Pak Dika berkerut. “Apa maksud gadis berwajah monster itu?” Hari ini Pak Dika mengaku kalah. Tapi dia berjanji akan segera meringkus Evi bila terjadi pembunuhan lagi di sekolah itu.
Jumat pagi setelah senam, Ketua OSIS mengabarkan bahwa pesta halloween akan tetap dilaksanakan meskipun sekolah masih berkabung. Inilah kesempatan terbaik Evi untuk “menghabisi” Wakijan dari muka bumi.
EPISODE SEBELUMNYA:
You must be logged in to post a comment.