Bagaimana Cara Menulis Puisi Haiku? Beni Yasin Guntarman Berbagi Ilmu

Menulis puisi haiku, tidak semudah yang dibayangkan. Pengetahuan pakem haiku yang terikat pada 17 suku kata dan terbagi dalam 3 baris dari 5-7-5 suku kata saja tidak cukup. Puisi haiku lebih complicated dari tampaknya. Dan tak semua orang tahu apa itu haiku.

haiku Naning Scheid

Pernah suatu kali saya menulis haiku. Setelah itu saya bumbui hashtag #haiku. Saya unggah sebagai status WhatsApp. Salah satu mantan langsung bereaksi, «Oh itu haimu padaku.»

Saya jawab secara singkat (masak panjang lebar, kan mantan yee…). Bahwa haiku itu puisi Jepang, bukannya «hai» menyapa. Si mantan langsung nyolok: «Iya, tau. Semua orang juga sudah tau apa itu haiku. Nggak cuma kamu.» Cie cie ngambeg. Padahal saya yakin dia tidak tahu. Ha ha ha… Itu sekedar anekdot tentang haiku.

Tapi apakah sebenarnya puisi haiku itu dan bagaimana cara menulis puisi haiku yang benar?

Beberapa kali saya mencoba mencari tahu tentang cara menulis Haiku melalui pencarian Google. Menurut Wikipedia, Haiku (俳句) adalah sejenis puisi Jepang, revisi akhir abad ke-19 oleh Masaoka Shiki dari jenis puisi hokku (発句) yang lebih tua. Hokku tradisional terdiri dari 5, 7, dan 5 morae.

Tentu penjelasan sekilas seperti itu tidak bisa memuaskan orang yang ingin mendalami apa itu haiku. Jangankan mendalami, membacanya saja saya tergagap-gagap. Lalu saya berkenalan dengan Beni Yasin Guntarman.

Beni Yasin Guntarman (BYG) adalah satu di antara ahli haiku di Indonesia. Lahir di Pali, Sumatera Selatan, pada 31 Maret 1962. Aktif menulis puisi sejak tahun 1980. Puisi-puisinya banyak dimuat oleh berbagai koran daerah di Indonesia. Tak hanya itu, BYG juga aktif menulis di blog-blog online seperti jendela sastra, kompasiana, di Rumah Puisi Beni Guntarman dan grup-grup sastra cyber. Di grup NEWHAIKU Facebook, di sanalah saya berkenalan dan belajar haiku darinya. Biodata lengkap tentang BYG, saya sertakan di akhir obrolan.

Saya ngobrol ringan dengannya tentang haiku. Saya juga memintanya untuk mengkritisi beberapa puisi haiku yang pernah saya buat. Ternyata haiku saya belum benar, gaes! Untungnya BYG bersedia berbagi ilmu tentang cara menulis puisi haiku yang benar kepada saya. Dan kini, saya berbagi ilmu kepada kalian.

Berikut adalah hasil obrolan saya (NS) dengan Beni Yasin Guntarman (BYG):

BYG: Siang Mbak Naning, kalau boleh tau, sudah berapa lama Mbak Naning gabung di grup NewHaiku?

NS: Siang Mas Beni. Saya diundang di NewHaiku oleh Mbak Ani KZT, tapi belum bergabung. Hanya melihat postingan teman-teman di grup itu saja. Saya menjadi penikmat saja sementara ini.

BYG: Ayolah belajar, nanti saya bantu. Mbak Naning baca-baca dulu biar nggak blank. Syukur kalau dicoba. Nanti saya arahkan detil teknisnya secara bertahap.

NS: Iya ini sedang dalam taraf membaca-baca dulu. Saya hanya tahu haiku itu terdiri dari 3 baris 5-7-5 suku kata. Total 17.

BYG: Benar. Tapi haiku lebih dari itu.

NS: Kenapa tertarik menulis haiku? Kenapa bukan genre lain?

BYG: Bukan cuma haiku, tapi tanka juga. Dulu Pacaran sama penyair tanka asal Jepang. Diajarin tanka sama dia. He he he…

NS: Ah seperti itu.

BYG: Jauh sebelum saya mendalami haiku dan tanka, saya menulis puisi bebas. Namun saya tahu persis keinginan saya tentang puisi yang menurut saya tidak boleh terlepas dari objek konkret di alam sekitar kita.

NS: Itukah yang anda temukan di haiku? Hal yang konkret. Koreksi bila saya salah.

BYG: Ya, melalui objek konkret kita bicara tentang metafora yang luas. Simak saja puisi Pablo Neruda, dll.

NS: Jadi haiku itu lebih konkret. Lebih pada indra penglihatan, penciuman, dan sentuhan. Begitukah?

BYG: Dengan haiku kita mengatakan dengan sedikit kata namun dapat menyampaikan banyak hal. Inti haiku bukan pada yang tertulis tetapi pada yang tersirat di dalamnya.

NS: Bila saya membuat haiku seperti ini:

Bukanlah mawar

Seuntai dondelion

Itulah aku

Apakah sudah benar menurut pakem haiku?

BYG: Haiku menghargai eksistensi makhluk hidup sebagai mana adanya di alam: mawar katakan sebagai mawar, bukan metafora dari sesuatu.

NS: Ah salah dong. Ha ha ha…

BYG: Harus belajar lagi, he he he…

NS: Dulu saya menganggap menulis puisi haiku itu mudah. Tinggal nulis baris dari 5-7-5 suku kata. Tanpa rima. Ah easy ! Ternyata tidak semudah itu bila ingin menulis puisi haiku yang benar dan berkualitas.

BYG: Ya. Bahkan banyak haijin meniru tetapi tidak paham kenapa begini kenapa begitu.

NS: Bolehkah anda mengotopsi haiku yang pernah saya buat di Facebook, sekaligus berbagi ilmu tentang apa puisi haiku dan cara menulis puisi haiku yang benar sesuai pakem ?

BYG: Tentu. (lalu di dinding Facebook-nya tertulis seperti ini:)

MENJELASKAN PRINSIP-PRINSIP DASAR HAIKU

Kepada Sahabatku Naning Scheid

tahun berganti
azalea memerah
rindu menebal

Azalae adalah kigo, kata yang mengisyaratkan bahwa saat itu sedang musim panas.

Haiku adalah potret suatu momen dalam setitik ruang dan waktu. Seperti halnya potret diri kita di suatu tempat, pada suatu waktu. Melalui potret itu kita bisa mencatat suatu makna di dalamnya.

Bukankah sebuah foto mampu berbicara sendiri kepada mereka yang melihatnya? Demikian juga puisi haiku, seharusnya mampu berbicara sendiri kepada pembaca sebagaimana berbicaranya sebuah foto/potret diri kita.


Sebagai sebuah potret suatu momen, artinya bahwa diksi haiku bersifat “menyajikan gambar”. Haiku bersifat “menunjukkan” suatu objek sarat makna untuk dicermati oleh pembaca dengan intuisinya. Karena itu pentingnya menyajikan gambar yang jernih agar pembaca dapat mengerti maksud kita menyajikan gambar itu. Gambar yang jernih hanya dapat diwujudkan dengan kata-kata sederhana agar lebih mudah ditangkap oleh pembaca. Sekarang kita simak haiku di atas:

L1: tahun berganti
L2: azalea memerah
L3: rindu menebal

Ada tiga esensi atau tiga unsur yang harus ada dalam setiap ayat haiku (standar) yakni: Pola tuang 5-7-5 suku kata, Kigo, dan Kire.

Kigo adalah kata atau frasa kata musim atau musiman atau merupakan isyarat waktu kapan momen itu terjadi.

Sedangkan kire(ji) adalah estetika memotong. Kire (dibaca “Kee-reh”), dalam bahasa Jepang, dari kata asal kireru (切れる), menjadi Kire (切れ) artinya: “memotong”. Ini adalah estetika dasar Jepang yang berakar pada Buddhisme Zen. Ini adalah “potongan estetis” yang muncul sebagai fitur mendasar dalam ikebana, teater Noh, bonsai, seni taman, dan puisi haiku.

Dalam semua bentuk seni Jepang klasik ini, memotong berarti “penolakan” terhadap hal yang berlebihan. Secara estetika ini artinya memotong untuk menciptakan ruang bagi penafsiran baru dalam seni atau kehidupan.

Dalam istilah haiku tradisional Jepang disebut “kireji”, kata “ji” adalah karakter huruf iroha yang digunakan sebagai tanda memotong.

Karakter “ji” itu tidak dapat diterapkan untuk sistim tatabahasa di luas sistim tatabahasa Jepang maka kita hanya menyebutnya sebagai “kire”, untuk teks haiku itu artinya terpotong secara tatabahasa (secara gramatikal dan ritmis).

Kire adalah esensi yang teramat penting bagi haiku karena haiku adalah bentuk sastra berdasarkan pemotongan. Kire atau pemotongan kontinyuitas alur pikiran atau ide yang membentuk gambar dapat terjadi di akhir kalimat baris pertama, kedua, dan di akhir kalimat baris ketiga.

Berdasarkan letak kire, secara umum hanya ada dua tipe haiku yakni:

1) Terpenggal di tengah ayat sehingga 17 suku kata itu terbagi menjadi dua bagian membentuk pola baru 12 dan 5 suku kata atau sebaliknya. Ini artinya kire terjadi di akhir kalimat baris pertama atau di akhir kalimat baris kedua

2) Kire terletak di akhir kalimat baris ketiga, tujuan untuk menciptakan jeda reflektif berdasarkan apa yang tertulis pada baris pertama dan kedua. Pendalaman materi tentang kire dan dua tipe haiku akan saya berikan kemudian, sekarang kita fokus dulu pada haiku di atas:

Kalimat L1: “tahun berganti”, ini kalimat ketika dibaca tidak boleh ada jeda nafas (tidak ada kire) karena secara ide atau alur pikiran masih menyambung ke kalimat baris kedua “azalea memerah”. Kenapa harus menyambung? Karena sifat diksi haiku adalah “menunjukkan” objek maka kalimat harus berlanjut hingga ketemu objek yang ditunjukkannya.

Kalimat berlanjut dari L1 dan L2, apakah haiku terpenggak di akhir kalimat baris kedua? Kita lihat penjajarannya dalam M1 dan M2:

M1: tahun berganti azalea memerah
M2: rindu menebal

Kalimat “rindu menebal”, secara tatabahasa ini kalimat “melompat” dari alur pikiran M1…..artinya M2 merupakan alur pikiran tersendiri, bukan merupakan kelanjutan kalimat baris pertama dan kedua.

Artinya kire haiku ini terletak di akhir kalimat baris kedua, sehingga terciptalah penjajaran dua elemen sama tegak (M1 dan M2). Di atas dikatakan bahwa haiku adalah potret suatu momen dalam suatu ruang dan waktu. Waktunya sudah jelas bahwa saat itu sedang musim panas.

Ruangnya bisa dikira-kira pembaca, minimal terbaca bahwa itu terjadi di negeri yang memiliki empat musim. Pertanyaan selanjutnya adalah: bila suatu potret selalu menyiratkan sesuatu, lantas apa yang tersirat dalam haiku di atas?

Nah disinilah letak kelemahan haiku di atas, lompatan M1 dan M2 terlalu jauh sehingga makna yang tersirat didalamnya sulit dicerna oleh pembaca. M2 seharusnya menunjukkan gambar konkret yang mencerminkan sebagai hasil sensor indera manusia. Misalkan haiku di atas saya edit begini:

M1: tahun berganti azalea memerah
M2: senyum anakku

Sekarang M2 menunjukkan objek konkret hasil sensor indera penglihatan. Imajinasi seperti apa kira-kira yang muncul di benak pembaca ketika disodorkan haiku di atas?

Kesimpulan: untuk membuat haiku agar lebih komunikatif dengan pikiran pembaca umumnya maka tunjukkan, bukan jelaskan, objek konkret yang mencerminkan hasil kerja sensor indera manusia.


NS: Terima kasih ilmunya. Agar saya yakin bahwa saya mengerti betul, berikut saya sertakan beberapa alternatif M2. Apakah benar kaidahnya bila M2 saya ubah misalnya:
– rona pipiku
Atau
– suhu menghangat
Atau
– langit benderang
???
P.S: azalea memerah pada musim semi.

BYG: Yes… Kamu sudah mampu menangkap substansi materi yang saya sampaikan.

NS: Horee…

BYG: Silakan bikin lagi haiku yang bagus sebagai pembuka jalan bagi saya untuk menjelaskan hal-hal penting lainnya. Kuncinya: bagaimana relevansi M1 dan M2 dibangun. Ini perlu penjelasan sedikit panjang lebar tentang efek dan fungsi-fungsi kire……yang paling bagus relevansinya dari tiga hal di atas: “rona pipiku”….tersirat di dalamnya sebagai resonansi haiku: “ada seseorang baru saja mengatakan cinta kepadamu”.

NS: I wish it’s true. He h ehe…

BYG: He he he…

5/5 Beni Guntarman

Biodata Beni Yasin Guntarman

Lahir di Tl. Akar Pendopo Kabupaten PALI, Sumatera Selatan, pada 31 Maret 1962. Menamatkan Sekolah Dasar (SD) hingga SMP di daerah asal. Melanjutkan SMA di Bandung tahun 1979/80, Kuliah di Institut Pertanian Bogor, Tahun 1982 (Angkatan 19), Fakultas Peternakan. Universitas Sriwijaya, Palembang, Program Diploma 3 Akuntansi, tahun 1994. Blog Pribadi “Rumah Puisi Beni Guntarman”, WordPress.

 

Beberapa Antologi Yang pernah diikuti:

Antologi Negeri Poci 7; Antologi Negeri Poci 8; Antplogi Haiku Grup Haiku NewHaiku Musim ke-1, musim ke-2, musim ke-3, musim ke-4. Anthplogy Haiku Group Haiku Column Haiku University of Tokyo, Volume 2 (91 haijins of the world gathering, Anthology Volume 4, 110 haijins of the world gathering. Antalogi Tanka Indonesia, grup Kata Ala Katak; Antologi 1000 Tanka Indonesia, Grup NewHaiku; Herbier-Haikus editions Graines de Vent by Vents de Haiku; dll.

Baca Juga:
Puisi Romantis Musikalisasi Puisi Romantisme Musim Gugur di Brussel

1 Comment