PERJALANAN
Kereta besi sabtu itu mengantarmu menuju impian baru
Cita-cita masa depan dimana aku tidak ada di dalamnya.
Tentu, kau tidak mengerti galauku – lebay tingkat dewa, ejekmu
Seperti juga kau tidak pernah memahami puisiku,
Hanya gerombolan kata yang sulit kau cerna
Terbaca setengahnya
Selebihnya, kau muntahkan
Kau gantikan dengan obat sakit kepala.
Dibalik jendela kereta,
Kemuning pepohonan berlari – menghitam. Sekilat lupa akan dendang “Tum Hi Ho” untukku Dulu, awal kau merayu.
Kini, Via Vallen menemanimu
Membisik-bisik sayang
Mendesah-desah merdu
Di dua daun telinga yang luput dari ciumanku.
Kau, memimpikanku dengan mata terbuka Benakmu sibuk dengan petualangan yang terdaftar dalam agenda kesenangan – bahtera baru.
Tak berbuat banyak tatkala lebah menyengat harapku
Rintihku tak terdengar
Lukaku sembab
Nanar
Merah berbungkus pasrah
Tak terlihat di dua bola matamu yang dulu sering membuatku malu-malu.
Kau, menghikmati kemenanganmu diatas bangku kereta yang melaju
Membunuh romantika masa itu
Mengabai setiap detak kencang yang membekas tajam.
Perjalananmu,
Kekalahanku
Takdir kita
Teka-teki terjawab di altar kehidupan
Garis hidup yang tidak mungkin di protes – di demo – apalagi berjilid-jilid.
Dan itulah kamu, menjengkelkan – menggemaskan
Dan inilah aku, melepaskanmu – berhenti berharap
Mencari makna bijak di setiap lipatan pedih.
Brussel, 27.4.18
ENTAH
Ada puisi dalam hati yang tersakiti
Ada sajak dalam cinta yang bersorak
Ada kamu, ada aku.
Ada kemesraan, ada tangisan.
Hari ini, semua menjadi kenangan.
Brussel, 4.12.17
MIMPI YANG BERDURI
Mengeja asa dengan bibir terbata, berpangku dzikir dan doa. Kerinduan, mengalir dari hati – membuah airmata yang jatuh ke pipi
Nak, aku memikirkanmu tiap waktu, membentang harap terbaik untukmu
Nak, betapa kangenku berujung sendu. Berhitung harimu demi uang kirimanku
Suamiku, adakah setiamu ? Sering kau online tapi tidak denganku. Benar, aku mengerti kesepianmu. Tapi mengertikah kau kepedihanku ?
Bergelut dengan musim yangt tak sama, budaya berbeda menjadi siksa. Lidahku kelu tanpa nasi sehari tiga kali. Cambukan disaat majikan tidak hepi
Luput dinodai adalah kebahagiaan, hari tanpa senyum adalah kebiasaaan. Kualitas kerjaku tak pernah dihormati. Dianggap normal, tanpa bonus saat digaji
Di negeri asing, kutanam mimpi penuh duri, biarlah menusukku sendiri. Kubalut dengan kasa kesabaran
Karena masa depan keluarga butuh pengorbanan.
Brussel, 8 Maret 2018 – Empati untuk para pekerja wanita hebat di luar Indonesia
Koleksi Puisi Naning Scheid lainnya:
Puisi Gokil
Puisi Satire
Puisi Sedih
Puisi Lebay
Puisi Masygul
Puisi Obscure
Puisi Dedikasi
Puisi Semarangan
Puisi Romantis
[…] Puisi Romantis Puisi Dedikasi Puisi Obscure Puisi Sedih Puisi Masygul Puisi Satire Puisi Lebay Puisi Gokil Puisi Galau […]
[…] Puisi Galau Puisi Sedih Puisi Masygul Puisi Lebay Puisi Gokil Puisi Satire Puisi Semarangan Puisi Dedikasi Puisi Obscure […]
[…] Puisi Galau Puisi Sedih Puisi Masygul Puisi Lebay Puisi Gokil Puisi Satire Puisi Semarangan Puisi Dedikasi Puisi Obscure […]
[…] Puisi Galau Puisi Semarangan […]
[…] Gokil Puisi Galau Puisi […]
[…] Gokil Puisi Galau Puisi Masygul Puisi Semarangan […]
[…] Puisi Galau Puisi Masygul Puisi Sedih Puisi Gokil Puisi Satire Puisi Romantis Puisi Semarangan Puisi Dedikasi […]
[…] Gokil Puisi Galau Puisi Masygul Puisi Obscure […]
[…] Gokil Puisi Galau Puisi Masygul Puisi Satire Puisi Sedih […]
[…] Satire Puisi Gokil Puisi Galau Puisi Lebay Puisi Obscure Puisi Masygul […]